TANIMERDEKA – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Tani Merdeka Indonesia Provinsi Aceh mendesak pemerintah pusat dan daerah segera menyelesaikan pembangunan bendung Krueng Pasee di wilayah Aceh Utara.
Proyek ini tersendat pembangunannya lebih dari 5 tahun. Dampaknya, ribuan petani di kawasan itu tidak bisa menggarap sawah karena sistem irigasi tidak berfungsi.
Ketua DPW Tani Merdeka Aceh, Cut Muhammad, menyebut kondisi tersebut telah menimbulkan penderitaan panjang bagi petani. Banyak lahan sawah berubah menjadi semak. Para warga di sana sama sekali tidak bertani.
“Sudah lebih dari 5 tahun petani di Aceh Utara menanti irigasi ini berfungsi. Mereka kehilangan mata pencaharian. Tidak bisa bercocok tanam karena air tidak sampai ke sawah,” ujar Cut Muhammad, pada Senin, 21 Juli 2025.
Cut Muhammad menilai pemerintah lalai. Ia menyesalkan lambannya penyelesaian proyek bendung Krueng Pasee yang sudah dimulai sejak masa pemerintahan sebelumnya. Ia menegaskan, kerugian petani terus bertambah setiap musim tanam.
“Saya minta pemerintah pusat dan pemerintah Aceh segera menyelesaikan bendung ini. Jangan jadikan petani sebagai korban pembangunan yang tak kunjung selesai,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan komitmen Balai Wilayah Sungai (BWS) Provinsi Aceh yang sebelumnya menyatakan bendung akan selesai pada Desember 2025. Cut Muhammad menilai target itu tidak masuk akal.
“Saya turun langsung ke lokasi. Kami lihat sendiri, bersama anggota DPRK Aceh Utara dari Fraksi Partai Aceh, H. Rifarhan atau Geusyik Paang. Sayap kiri bendung belum selesai. Tidak mungkin bisa difungsikan secara normal dalam waktu dekat,” jelas Cut Muhammad.
Menurutnya, persoalan ini tidak bisa dianggap ringan. Ia mengingatkan, irigasi yang tidak berfungsi telah membuat sistem pertanian lumpuh di beberapa kecamatan.
“Kalau air tidak mengalir, bagaimana petani bisa tanam padi? Ini bukan hanya soal proyek infrastruktur, tapi soal kelangsungan hidup ribuan keluarga,” kata Cut Muhammad.
Ia mendesak Kementerian PUPR, BWS Aceh, dan Pemerintah Aceh duduk bersama. Ia meminta percepatan pembangunan dilakukan dengan serius dan transparan. Cut Muhammad juga menyarankan dilakukan audit teknis untuk mengetahui penyebab keterlambatan.
“Petani sudah terlalu lama bersabar. Jangan sampai kepercayaan rakyat hilang karena janji yang terus diulur,” ujarnya.
Ia menambahkan, Tani Merdeka Indonesia akan terus mengawal proyek tersebut. Ia berjanji akan membawa suara petani ke tingkat nasional jika persoalan ini tidak kunjung dituntaskan.
Sementara itu anggota DPRK Aceh Utara dari Fraksi Partai Aceh H. Rifarhan atau akrab disapa Geusyik Paang, juga menyampaikan kekhawatiran yang sama. Ia mendesak pihak terkait segera menuntaskan proyek bendung Krueng Pasee.
“Kalau begini terus, petani makin menderita. Pembangunan bendung ini seharusnya jadi prioritas, bukan malah dibiarkan setengah jadi selama bertahun-tahun,” ujar H. Rifarhan.
Ia menyatakan telah menerima banyak keluhan dari masyarakat di dapilnya. Menurutnya, kelambanan penyelesaian proyek irigasi berakibat langsung pada kemiskinan di desa-desa pertanian.
“Saya sudah beberapa kali turun ke lapangan. Kami lihat sendiri, struktur bendung belum lengkap. Jangan hanya kasih laporan di atas kertas, tapi realisasi di lapangan nol. Pemerintah jangan bermain-main dengan nasib petani,” ucapnya.
Rifarhan juga meminta Pemerintah Aceh dan BWS segera melakukan audit teknis untuk mengetahui apa yang menjadi hambatan utama selama ini. Ia menegaskan akan membawa persoalan ini ke forum resmi DPRK jika tak ada langkah nyata dalam waktu dekat.
“Kalau tidak ada progres yang jelas, kami akan panggil pihak-pihak terkait untuk dimintai pertanggungjawaban. Ini bukan hanya soal proyek, ini soal hak hidup petani,” pungkas H. Rifarhan.[]










