Ketum PBNU Siap Menangkan Prabowo-Gibran karena Gus Nadir

Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Syaifullah Yusuf, mengungkapkan bahwa pernyataan Nadirsyah Hosen, akademisi dan kiai NU yang berbasis di Australia, telah memicu dukungan para pengikut Rais Aam Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Nadirsyah yang terlibat pada kepengurusan PBNU sebelumnya itu menyebut, dirinya mendapatkan informasi yang telah terkonfirmasi bahwa Miftachul Akhyar dan Yahya Staquf menggerakkan struktur untuk mendukung calon presiden-wakil presiden nomor urut 2 itu.

“Jadi, jangan salahkan PBNU jika sekarang pengikut Rais Aam dan Ketua Umum ini bergerak akibat pernyataan yang disampaikan Prof Nadirsyah Hosen,” kata pria yang akrab disapa Gus Ipul lewat keterangan tertulis, Rabu (24/1/2024).

Ipul berujar, pernyataan Nadirsyah memantik para pengikut Miftachul Akhyar dan Yahya Staquf untuk benar-benar memenangkan Prabowo-Gibran.

“Jadi mereka bergerak ini dampak dari pernyataan Prof Nadirsyah, karena PBNU tidak pernah menyampaikan atau merilisnya. Dan gerakan ini meluas, karena pengikut Rais Aam dan Ketua Umum PBNU ini banyak sekali,” tutupnya.

Sebelumnya, Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir, sapaan akrabnya, menduga bahwa PBNU mulai memberi instruksi kepada jajaran di wilayah untuk ambil bagian dalam upaya memenangkan calon presiden-wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.

“Kenapa pernyataan resmi (Yahya Staquf) menyatakan netral, tapi ternyata beberapa waktu lalu, PBNU mengumpulkan pengurus wilayah, cabang, rais syuriyah dan ketua tanfidziah di Hotel Bumi di Surabaya. Memang tidak ada pernyataan resmi, atau surat, tapi dikumpulkan. Kemudian secara masif struktur itu diperintahkan mendukung 02,” ungkap Nadir.

Nadir sendiri tak hadir dalam pertemuan itu, namun mengaku memperoleh informasi dan telah mengkonfirmasinya secara berlapis kepada para kiai yang hadir, bahwa Miftachul Akhyar sampai memohon agar perintah itu ditaati.

“Tolong sekali ini saja sa’man wa tho’atan,” ujarnya menirukan ucapan yang diklaim keluar dari mulut Miftachul.

“Jadi harus mendengar dan taat. Tradisi NU adalah pernyataan rais aam akan ditaati. Beliau tidak perlu menggunakan diksi seperti memohon. Dawuh beliau akan diikuti karena beliau rais aam. Tapi kenapa? Kenapa sampai terkesan meminta, bukan menginstruksikan?” imbuhnya.

Dalam pertemuan itu, menurut Nadir, PBNU juga tidak memberikan landasan keagamaan mengapa harus mendukung calon tertentu yang disinyalir Prabowo-Gibran, padahal setiap kali langkah NU selalu dilandasi oleh dasar fikih.

“Tapi ada alasan-alasan rasional yang disebutkan Gus Yahya–menurut cerita yang hadir pada saat itu–bahwa misalnya, ada kekhawatiran-kekhawatiran terhadap paslon tertentu di mana kelompok ekstrem ada di belakangnya,” ucap Nadir yang pernah menjabat sebagai Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Australia itu.

“Kemudian juga disampaikan bahwa kita ikut Pak Jokowi karena Pak Jokowi sudah banyak membantu NU, banyak program pemerintah yang di-MoU-kan untuk keterlibatan NU, dan karena Pak Jokowi cenderung ke 02 ya kita ikut. Untungnya kita kenapa? Pak Jokowi sudah saya mengutip ya menjanjikan untuk konsesi pertambangan yang sudah berjalan dan baru akan dapat 6 bulan lagi. Berarti lebih kental nuansa manfaatnya untuk NU ketimbang landasan fikihnya,” jelas dia.

Walaupun merasa mencari “manfaat” dari sebuah proses politik tidak ada salahnya, namun, kata Nadir, hal ini bermasalah karena NU bukan partai politik, melainkan organisasi kemasyarakatan. NU dikhawatirkan tidak lagi dapat menjadi unsur perekat bangsa karena keberpihakannya pada kandidat tertentu dalam kontestasi elektoral.

 

Berita Terakhir

Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini