Isu krisis iklim, kerusakan tanah, dan penurunan hasil panen menjadi tantangan nyata bagi sektor pertanian di Indonesia. Banyak lahan mulai kehilangan kesuburannya karena praktik pertanian yang hanya berorientasi hasil tanpa memperhatikan kelestarian alam. Di tengah situasi ini, konsep pertanian regeneratif muncul sebagai solusi alternatif yang tidak hanya produktif, tapi juga merawat keseimbangan ekosistem.
Pertanian regeneratif adalah pendekatan bertani yang fokus pada pemulihan dan peningkatan kesehatan tanah, keanekaragaman hayati, serta keseimbangan ekosistem. Berbeda dari pertanian konvensional yang sering mengandalkan bahan kimia dan sistem monokultur, pertanian regeneratif justru menempatkan alam sebagai mitra.
Praktik ini tak hanya bertujuan menghasilkan hasil panen, tapi juga memperbaiki kondisi lingkungan sekitar, seperti kualitas tanah, udara, air, dan habitat alami.
Beberapa prinsip yang biasa diterapkan dalam sistem pertanian regeneratif antara lain:
- Mengurangi atau menghindari olah tanah (no-till/minimum-till)
Agar struktur tanah tetap terjaga dan mikroorganisme dalam tanah tidak terganggu. - Diversifikasi tanaman (polikultur)
Menanam berbagai jenis tanaman dalam satu area untuk meningkatkan kesuburan alami dan mencegah hama penyakit. - Penanaman tanaman penutup tanah (cover crops)
Seperti kacang-kacangan atau tanaman hijau lain yang menjaga kelembaban tanah dan menambah unsur hara. - Penggunaan pupuk organik
Mengandalkan kompos, pupuk kandang, dan bahan alami lain untuk menjaga kesuburan tanpa bahan kimia sintetis. - Agroforestri
Menggabungkan tanaman pangan, tanaman kayu, dan ternak dalam satu sistem terpadu. - Manajemen air yang bijak
Memanfaatkan air secara efisien dan menjaga area resapan alami.
Pertanian regeneratif tentu saja memiliki manfaat bagi alam dan bagi masa depan Indonesia. Berikut beberapa manfaat dari Pertanian regeneratif:
- Meningkatkan Kesuburan Tanah Secara Alami
Dengan memanfaatkan kompos, tanaman penutup, dan tanpa olah tanah berlebihan, struktur tanah tetap terjaga, kandungan bahan organik meningkat, dan mikroorganisme penting tetap hidup.
2. Mengurangi Ketergantungan Pupuk dan Pestisida Kimia
Praktik ini membantu petani lebih mandiri karena bisa memanfaatkan bahan-bahan lokal untuk pemupukan dan pengendalian hama.
3. Ketahanan terhadap Perubahan Iklim
Sistem pertanian yang regeneratif lebih adaptif terhadap cuaca ekstrem karena tanahnya lebih mampu menyimpan air dan tanaman lebih kuat terhadap penyakit.
4. Menekan Biaya Produksi Jangka Panjang
Meski di awal memerlukan adaptasi, dalam jangka panjang biaya operasional lebih ringan karena mengurangi belanja pupuk kimia, pestisida, dan perawatan tanah.
5. Menjaga Keanekaragaman Hayati
Polikultur dan agroforestri mendukung keberagaman tanaman, serangga, burung, dan organisme lain yang ikut menjaga keseimbangan ekosistem.
Konsep ini cocok untuk diterapkan oleh petani muda Indonesia yang mulai peduli terhadap isu lingkungan dan pasar pangan sehat. Bahkan, tren konsumen urban yang mencari produk organik dan ramah lingkungan bisa menjadi peluang bisnis bagi pelaku pertanian regeneratif.
Di berbagai daerah seperti di Kulon Progo, Gunungkidul, dan Lombok, beberapa komunitas petani sudah mulai beralih ke praktik ini dengan hasil yang menjanjikan.
Pertanian regeneratif bukan sekadar tren, tapi sebuah kebutuhan. Di tengah ancaman degradasi lahan dan perubahan iklim, model pertanian yang merawat tanah dan alam justru menjadi solusi untuk ketahanan pangan dan kesejahteraan petani Indonesia di masa depan.
Jika lebih banyak petani dan komunitas lokal menerapkan prinsip ini, Indonesia tak hanya bisa menjaga produktivitas pertanian, tapi juga warisan alamnya untuk generasi berikutnya.