TANIMERDEKA – Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mendorong pesantren untuk berperan aktif dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.
Pernyataan ini disampaikan saat kunjungan kerja ke Koperasi Pondok Pesantren Al Ittifaq, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Selasa 8 Oktober 2025.
Menurut Sudaryono, pesantren memiliki potensi besar sebagai pusat agribisnis dan pemberdayaan ekonomi desa. Ia menilai model Al Ittifaq menunjukkan bagaimana lembaga pendidikan keagamaan dapat mengelola produksi pangan, membina petani, dan mengatur rantai pasok secara profesional.
“Pesantren seperti Al Ittifaq ini adalah contoh konkret bagaimana lembaga keagamaan bisa menjadi agregator pertanian. Dari lahan 14 hektare milik pesantren dan lebih dari 400 hektare lahan masyarakat binaan, mereka mampu membangun sistem produksi yang terintegrasi dan efisien,” kata Sudaryono.
Ia menyebutkan sistem budi daya hortikultura di Al Ittifaq sudah mengadopsi metode modern. Salah satunya tumpang sari empat varietas dalam satu bedengan, hasil adaptasi dari berbagai negara.
Ia pun menugaskan Direktorat Jenderal Hortikultura membentuk lembaga pelatihan khusus bagi pemuda dari wilayah dengan agroklimat serupa, seperti Wonosobo, Temanggung, Malang, dan Pasuruan.
“Ilmu yang dipelajari dari luar negeri tidak bisa ditiru mentah-mentah. Harus disesuaikan dengan kondisi kita. Karena itu saya ingin ada pelatihan yang bisa memperbanyak model keberhasilan seperti Al Ittifaq di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Sudaryono juga menilai pola agribisnis pesantren dapat menjadi motor ekonomi desa. Melalui sistem koperasi, pesantren bisa membantu petani melakukan standardisasi produk, pengendalian mutu, dan pemasaran hasil panen ke berbagai segmen pasar.
“Ini satu integrasi yang baik, bagaimana kooperasi pesantren itu menggalang dan membina banyak petani. Dari mulai quality control-nya dengan standar-standarnya ditentukan di situ. Sehingga petani itu bisa sortir yang mana ke pasar biasa, yang mana ke supermarket, dan seterusnya. Sehingga ada nilai tambah di situ,” jelasnya.
Ia mengaitkan model kemandirian pertanian pesantren dengan program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini menjadi prioritas pemerintah. Sudaryono menekankan bahwa MBG bukan hanya soal gizi anak sekolah, tetapi juga penggerak ekonomi desa.
“MBG ini harus memutar uang di desa. Sayur, ayam, telur, bumbu, nasi, semuanya dari desa untuk desa. Bukan membuat yang kaya makin kaya, tapi membuat masyarakat kecil makin sejahtera,” tegasnya.
Sudaryono melihat pesantren sebagai mitra strategis dalam pembangunan sektor pangan. Dengan jejaring luas dan basis sosial kuat, pesantren dinilai mampu mempercepat adopsi teknologi pertanian, memperkuat kelembagaan petani, dan memperluas pasar hortikultura lokal.
Kementan berharap model agribisnis pesantren seperti Al Ittifaq dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi desa dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
