TANIMERDEKA – Karakter masyarakat pesisir selatan Yogyakarta yang kental budayanya dinilai memiliki peran penting dalam pengembangan sektor agraria. Tradisi gotong royong, kerja kolektif, dan pengetahuan lokal menjadi fondasi yang mendukung praktik pertanian berkelanjutan di wilayah karst dan lahan pasir.
Empat mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengangkat isu ini dalam riset sosial bertajuk “Ngarit Jembar Nalar.” Riset dilakukan melalui Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) dengan pendekatan sosio-historis berbasis kearifan lokal.
Ketua tim riset, Rendy Dwi Nugraha, menyebutkan karakter budaya masyarakat selatan Jawa bukan sekadar warisan, melainkan sumber daya sosial yang dapat memperkuat pembangunan agraria.
“Kita ingin berupaya menemukan strategi pembangunan berbasis kearifan lokal yang lebih partisipatif dan berkelanjutan bagi kawasan agraris selatan Jawa,” ujar Rendy, pada Selasa 21 Oktober 2025.
Ia menilai praktik hidup petani di wilayah tersebut bertahan karena nilai-nilai kolektif yang terus dijaga. Menurutnya, pendekatan pembangunan harus memahami struktur sosial dan sejarah lokal.
“Kami ingin menunjukkan bahwa kearifan lokal bukan hal kuno, tapi justru bisa menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan,” katanya.
Riset dilakukan di Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul. Ketiga kabupaten ini memiliki ekosistem pertanian yang beragam, mulai dari lahan pasir hingga kawasan karst. Tim memadukan survei kuantitatif, analisis spasial menggunakan GIS, dan wawancara mendalam dengan petani serta tokoh lokal.
Anggota tim, Farid Usman, menyebutkan pembangunan pertanian sering terjebak pada angka makro. Ia menekankan pentingnya mendengar suara masyarakat.
“Melalui riset ini, kami ingin menampilkan potensi ekonomi pertanian dari perspektif masyarakat sendiri,” ujar Farid.
Tim PKM-RSH UGM menemukan berbagai inovasi lokal, seperti sistem irigasi tanah, pengelolaan tumpangsari, dan adaptasi pertanian lahan pasir. Semua praktik tersebut lahir dari kebutuhan dan pengalaman masyarakat.
Hasil riset akan disusun dalam bentuk peta potensi ekonomi pertanian tingkat kalurahan. Peta dilengkapi analisis sosial, kelembagaan, dan sejarah lokal. Tim juga merumuskan model pembangunan ekonomi berbasis kearifan lokal sebagai referensi kebijakan daerah.
Rendy berharap riset ini dapat mengubah cara pandang generasi muda terhadap sektor pertanian.
“Kami ingin menumbuhkan kembali optimisme bahwa menjadi petani adalah bagian dari berpikir besar. Ngarit jembar nalar bukan sekadar konsep, tetapi ajakan untuk melihat pertanian dengan cara pandang yang lebih luas,” tutup Rendy.
