Petani tidak butuh banyak janji. Mereka butuh bukti. Harga pupuk harus terjangkau. Irigasi harus mengalir. Jalan tani tidak boleh lagi rusak. Pasar tidak boleh terus dikuasai tengkulak. Itulah yang mereka harapkan dari negara.
Selama bertahun-tahun, petani berjalan sendiri. Hujan dan kemarau dihadapi tanpa perlindungan. Produksi menurun, harga anjlok, pupuk hilang dari kios. Tapi sekarang, arah mulai berubah.
Presiden Prabowo Subianto mulai turun ke hulu. Pupuk bersubsidi mulai dipastikan tersedia. Harganya ditekan. Infrastruktur irigasi mulai diperbaiki. Lahan tidur dibuka kembali. Ini bukan lagi wacana, melainkan kerja nyata.
Langkah awal ini sangat penting. Negara tidak boleh hanya hadir saat panen gagal atau harga melonjak. Negara harus terlibat sejak awal dari benih hingga distribusi. Itulah yang kini mulai dilakukan.
Pemerintah juga menyadari satu hal penting, petani tidak boleh tertinggal. Teknologi harus masuk desa. Mekanisasi pertanian diperluas. Akses internet untuk petani mulai disiapkan. Data pertanian dihimpun. Semua diarahkan agar petani bisa bekerja lebih cepat dan efisien.
Petani bukan sekadar buruh tani. Mereka bagian penting dari sistem pangan nasional. Jika petani kuat, negara tidak mudah goyah. Ketahanan pangan bukan teori. Ia lahir dari kebijakan yang menyentuh akar.
Bantuan dari pemerintah mulai dirasakan petani. Benih, pupuk bersubsidi, dan alat mesin pertanian (alsintan) telah sampai ke tangan petani. Sebagian disalurkan kepada kelompok tani binaan Tani Merdeka Indonesia. Meski belum merata, distribusinya terus berjalan secara bertahap.
Tahun 2025, Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran kurang lebih Rp20 triliun untuk pengadaan berbagai jenis alsintan, mulai dari traktor roda dua dan empat, combine harvester, rice transplanter, hingga pompa air.
Pemerintah juga telah menetapkan alokasi anggaran pupuk bersubsidi sebesar Rp44 triliun, serta menganggarkan Rp12 triliun untuk pembangunan dan revitalisasi jaringan irigasi pertanian.
Langkah-langkah ini menunjukkan negara mulai benar-benar hadir. Pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah mulai bekerja secara terarah dan cerdas. Semua diarahkan untuk menyentuh kebutuhan paling dasar petani di lapangan.
Dari kebijakan pupuk, harga jual petani, irigasi, hingga teknologi semuanya ditujukan pada satu hal, petani sejahtera, negara kuat.
Tidak ada kedaulatan tanpa pangan. Tidak ada pangan tanpa petani. Dan tidak ada petani tanpa perhatian negara. Pemerintah harus melanjutkan langkah ini. Jangan berhenti di tengah jalan.
Rapimnas Tani Merdeka Indonesia pada 26–28 Agustus 2025 di Bogor menjadi forum penting. Di sana, para petani menyampaikan langsung kondisi nyata yang mereka hadapi di berbagai daerah. Harapan dan suara mereka harus sampai ke pemerintah, agar kebijakan yang dibuat benar-benar berpijak pada kenyataan di lapangan.
Rapimnas Tani Merdeka Indonesia adalah pengingat suara petani bukan suara pinggiran. Itu suara pusat. Dari sanalah kekuatan negara dibangun.
Penulis
Zulkarnaini
Pengurus DPN Tani Merdeka Indonesia