TANIMERDEKA – Menteri Koperasi dan UKM Ferry Juliantono mengatakan pengembangan industri bioethanol nasional berpeluang besar melibatkan koperasi petani. Keterlibatan koperasi dinilai dapat memperkuat posisi petani dalam rantai pasok energi terbarukan berbasis pertanian.
“Kemenkop memiliki semangat yang sama dalam mengembangkan potensi bioethanol di Indonesia, dan koperasi petani bisa menjadi bagian penting dalam ekosistem ini,” ujar Ferry dalam Rapat Pembahasan Percepatan Rencana Investasi Bioethanol di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi, pada Kamis 23 Oktober 2025.
Ia optimistis ekosistem bioethanol segera terwujud. Kementerian Investasi telah menyiapkan regulasi pendukung. Salah satu produsen otomotif asal Jepang juga menyatakan minat meningkatkan kapasitas produksi.
Pemprov Lampung, lanjut Ferry, telah menyiapkan lahan ratusan ribu hektare untuk bahan baku seperti ubi kayu, tebu, dan jagung.
“Regulasi dari Kementerian Investasi sudah ada, Toyota juga siap produksi. Kami tinggal bahas model bisnisnya, yaitu skema inti-plasma dengan koperasi sebagai penghubung,” kata Ferry.
Dalam skema tersebut, Toyota berperan sebagai inti. Petani yang tergabung dalam koperasi menjadi plasma. Koperasi yang dimaksud meliputi koperasi petani ubi kayu, tebu, dan jagung.
“Yang terlibat bukan Gapoktan (gabungan kelompok tani), tapi koperasi. Karena, jika Gapoktan tidak merujuk ke satu badan usaha. Harus ada plasma petani yang terorganisir melalui koperasi petani, dengan Toyota sebagai intinya,” ujarnya.
Ferry menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara inti dan plasma agar tidak terjadi ketimpangan.
Ia juga menyebutkan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes/Kel) dapat berperan sebagai pengumpul atau offtaker produk masyarakat dalam ekosistem bioethanol.
“Kalau itu bisa dilakukan bersama-sama, kita bisa sediakan alat-alatnya agar Kopdes Merah Putih berfungsi sebagai offtaker. Saya rasa ini bagus,” kata Ferry.
Wakil Menteri Investasi Todotua Pasaribu menyampaikan Indonesia telah memasuki era bahan bakar E10, campuran 10 persen ethanol dalam bensin. Potensi pasar domestik diperkirakan mencapai tiga hingga empat juta kiloliter ethanol per tahun.
Menurut Todotua, produsen otomotif Jepang di Indonesia siap terlibat dalam pengamanan pasokan bahan baku untuk pengembangan hidrogen dan bioethanol.
“Begitu juga akan terlibat dalam hulunya di industri ethanol,” kata Todotua.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyatakan komitmennya mendorong optimalisasi sektor pertanian sebagai bagian dari ekosistem bioethanol nasional.
Ia menyebutkan sektor pertanian menyumbang sekitar 26 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Lampung. Namun, kontribusi industri pengolahan hasil pertanian masih rendah, hanya sekitar 17–18 persen.
Lampung merupakan produsen utama singkong nasional, peringkat kedua untuk tebu, dan ketiga untuk jagung.
Ketiga komoditas ditanam di lahan ratusan ribu hektare, namun belum dimanfaatkan maksimal untuk industri hilir.
Rahmat menyebut dua perusahaan ethanol telah beroperasi di Lampung. Namun, kapasitas serap terhadap hasil pertanian lokal masih terbatas. Kelebihan pasokan di tingkat petani belum tertangani secara optimal.
Rapat tersebut dihadiri Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, serta Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Nandi Julyanto.[]
