Konsolidasi Tani Merdeka di NTT, Ebit: Petani Harus Jadi Garda Pangan Nasional

TANIMERDEKA – Tani Merdeka Indonesia terus memperluas jaringan hingga ke seluruh provinsi di Indonesia. Petani di Nusa Tenggara Timur (NTT) ikut bergabung untuk memperkuat barisan mendukung program Presiden Prabowo tentang ketahanan pangan dan makan bergizi gratis.

Wakil Ketua Umum Bidang Politik Tani Merdeka Indonesia, Wilfridus Yons Ebit, menggelar silaturahmi dengan calon pengurus DPD Tani Merdeka se-NTT. Pertemuan berlangsung bagian dari persiapan pelantikan DPW dan DPD di seluruh wilayah NTT.

Wilfridus menegaskan petani harus menjadi kekuatan utama dalam menjaga pangan nasional.

“Tani Merdeka Indonesia tidak boleh berhenti di kota. Kita harus turun sampai ke desa, sampai ke sawah, sampai ke ladang. Petani di NTT punya semangat besar. Kalau kita kompak, kalau kita kuat, maka program Presiden Prabowo tentang ketahanan pangan dan makan bergizi gratis bisa berjalan dengan baik. Kita harus buktikan bahwa petani Indonesia mampu berdiri di depan,” kata pria yang akrab disapa Ebit.

Sementara itu Ketua Umum DPN Tani Merdeka Indonesia, Don Muzakir, mendukung penuh terhadap konsolidasi di NTT. Ia menilai langkah ini penting agar suara petani benar-benar terdengar hingga ke pusat.

“Saya ingin pengurus di NTT menjadi contoh. Jangan hanya bicara di forum, turunlah ke desa. Dengarkan suara petani, lihat langsung apa yang mereka butuhkan. Kalau pupuk kurang, kalau bibit sulit, kalau pasar tidak jelas, segera cari solusi. Kita harus jadi mata dan telinga presiden di desa-desa. Kalau petani kuat, maka bangsa ini juga kuat,” ujar Don Muzakir.

Dalam pertemuan itu para pengurus DPD Tani Merdeka Indonesia Se-NTT menyatakan komitmen mendampingi petani di wilayah masing-masing. Petani NTT dikenal tangguh menghadapi lahan kering dan cuaca ekstrem. Kehadiran Tani Merdeka Indonesia ini dapat mendorong semangat baru agar mereka lebih siap menghadapi tantangan.

NTT memiliki potensi besar di sektor pertanian dan peternakan. Jagung, padi ladang, dan sapi menjadi komoditas unggulan. Namun, keterbatasan pupuk, akses air, serta pasar yang belum stabil masih menjadi kendala utama.[]

Berita Terkait

Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini