TANIMERDEKA – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyoroti cara pandang birokrasi yang terlalu terpaku pada hitungan bisnis saat menyusun kebijakan strategis.
Menurutnya, proyek besar negara tidak cukup ditentukan oleh untung-rugi, tetapi harus dilandasi keberanian politik.
Dalam sebuah rekaman video yang beredar, Sudaryono menyentil pendekatan teknokratis yang mengedepankan prinsip Good Corporate Governance (GCG) ketika berhadapan dengan kepentingan nasional.
Baginya, sejarah telah membuktikan bahwa keputusan politik sering menjadi titik awal lahirnya kebijakan monumental.
Sebagai contoh, ia mengajak hadirin mengingat pembangunan pabrik Pupuk Pusri pada 1959.
Ia mempertanyakan apakah proyek itu murni didasari kelayakan bisnis.
“Apakah tahun 1959 membangun Pupuk Pusri itu diputuskan secara politik atau diputuskan secara GCG, mana yang benar?” tanyanya.
“Secara politik. Kemauan dan kehendak politik,” jawabnya tegas.
Sudaryono mengatakan perangkat teknis seperti analisis kelayakan dan skema pembiayaan hanya berfungsi sebagai pendukung. Perangkat itu tidak boleh menjadi penentu arah kebijakan.
“Karena dia sifatnya adalah assisting atau membantu terhadap sebuah keputusan yang diambil. Maka keputusan yang diambil namanya adalah keputusan politik,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa logika serupa berlaku pada kebijakan publik lain, seperti penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) cabai, harga gabah, dan penyederhanaan Peraturan Presiden tentang pupuk subsidi. Semua itu, menurutnya, lahir dari kehendak politik.
Sudaryono menyebutkan era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto sebagai titik balik. Sektor pangan dan pertanian telah ditetapkan sebagai prioritas utama.
“Sekaranglah era Presiden yang menempatkan pangan dan sektor pangan dan pertanian sekali lagi menjadi prioritasnya,” serunya.
Ia meminta seluruh aparatur pertanian untuk meninggalkan pola kerja lama. Perubahan harus dilakukan secara menyeluruh.
“Maka tidak boleh biasa-biasa saja. Tadi disampaikan, tidak boleh business as usual, harus ada transformatif. Yang ditransformasi siapa? Siapa saja. Karena keputusan tertinggi, keputusan politik sudah diputuskan,” pungkasnya.
Sudaryono menegaskan bahwa kebijakan pertanian tidak lagi bisa berjalan seperti biasa. Kehendak politik telah ditetapkan. Setiap abdi negara harus bergerak cepat dan transformatif demi satu tujuan: kedaulatan pangan nasional.[]
