Dari Peternak ke Petani Melon, Raup Omzet Rp 25 Juta per Bulan

TANIMERDEKA – Pagi itu, aroma tanah basah bercampur dengan segarnya daun melon yang baru disiram memenuhi di belakang rumah Indah Jarwati di wilayah Blitar Selatan. Sinar matahari menembus celah-celah paranet yang membentang di atas kebun seluas 11 x 50 meter.

Di sanalah deretan tanaman melon tumbuh subur, berbaris rapi menggantikan kandang ayam yang dulu penuh sesak oleh ribuan ekor ayam petelur.

Suara ayam berkokok yang biasa membangunkan Indah, kini telah berganti dengan suara serangga kecil yang bersembunyi di sela-sela tanaman.

Bertahun-tahun Indah menggantungkan hidup dari beternak ayam petelur. Namun, usaha itu tak selalu membawa keuntungan. Harga pakan yang terus naik, ditambah harga telur yang kerap anjlok, membuat penghasilannya tidak menentu.

“Dulu saya sering pusing. Harga telur turun, sementara harga pakan tinggi. Lama-lama tidak kuat menutup biaya,” kenang Indah, sambil memegang daun melon.

Keputusan besar diambil dua tahun lalu. Kandang ayam yang berdinding bambu dan beratap seng itu dibongkar. Lahan bekas kandang disulap menjadi kebun melon. Di sanalah awal babak baru kehidupannya dimulai.

Dengan menanam 1.750 batang melon, setiap panen bisa menghasilkan omzet hingga Rp 21 juta. Jika harga pasar bagus, keuntungan bersih mencapai Rp 25 juta per musim panen yang berlangsung sekitar 45 hari sekali.

Rutinitas harian Indah kini berubah total. Pagi ia menyiram tanaman, siang memberi pupuk, sore memeriksa buah yang mulai membesar.

“Capeknya memang ada, apalagi kalau musim hujan harus ekstra menjaga dari penyakit. Tapi melihat buahnya bagus-bagus dan laku keras di pasar, lelah langsung terbayar,” katanya sambil tersenyum.

Indah Jarwati pemilik kebun melon
Indah Jarwati pemilik kebun melon

Melon hasil panennya dipasarkan ke supermarket dan pasar buah di Blitar serta daerah sekitarnya. Permintaan pasar yang stabil membuat Indah bisa bernapas lega.

“Kalau kualitas bagus, cepat sekali habis. Bahkan ada pedagang yang sudah pesan sebelum panen,” ujarnya.

Bagi Indah, melon bukan sekadar buah manis untuk dijual. Melon adalah simbol keberanian, kerja keras, dan harapan baru. Dari sana, ia membuktikan bahwa keberanian meninggalkan zona lama bisa membuka jalan menuju kehidupan yang lebih baik.

Indah tidak sendiri. Ia merupakan salah satu petani binaan Tani Merdeka Indonesia Kabupaten Blitar. Organisasi ini aktif mendampingi petani agar bisa mengembangkan usaha pertanian modern, termasuk memberikan pendampingan teknis dan jaringan pemasaran.

Bagi Indah, melon bukan sekadar buah manis untuk dijual. Melon adalah simbol keberanian, kerja keras, dan harapan baru. Dari sana, ia membuktikan bahwa keberanian meninggalkan zona lama bisa membuka jalan menuju kehidupan yang lebih baik.

Enik Nurhayati, Bendahara DPD Tani Merdeka Indonesia Kabupaten Blitar, ikut mengawal perjalanan Indah dari peternak ayam menjadi petani melon.

“Kami mendampingi sejak awal. Dari cara menanam, memilih bibit, hingga mencari pasar. Bu Indah ini contoh nyata bahwa petani bisa berhasil kalau serius dan tekun,” kata Enik.

Enik menambahkan, banyak peternak yang menghadapi masalah serupa dengan Indah. Harga pakan mahal, harga telur tidak stabil.

“Usaha melon bisa jadi alternatif. Dengan pendampingan yang tepat, hasilnya sangat menjanjikan,” ujarnya.

Meski sudah terbukti sukses, perjalanan Indah belum sepenuhnya mulus. Ia ingin memperluas kebun ke lahan lain, tetapi terbentur modal.

“Saya yakin petani ini bisa tambah lahan, hasilnya juga lebih besar. Permintaan pasar ada, tapi modalnya yang masih berat,” kata Enak.

Enik pun menyadari masalah itu. “Kami sedang mendorong agar petani mendapat akses permodalan lebih mudah. Jangan sampai semangat petani seperti Bu Indah terhenti karena persoalan modal,” tegasnya.

Bagi warga Enik, kisah Indah menjadi inspirasi. Perubahan besar dari peternak ayam yang penuh risiko menjadi petani melon yang stabil membuat banyak tetangga mulai melirik usaha serupa. Ada yang mulai menanam dalam skala kecil di pekarangan, ada pula yang berkonsultasi langsung dengan Indah.

“Kalau ada yang tanya, dia senang berbagi pengalaman. Saya bilang ke mereka, yang penting telaten dan jangan cepat menyerah. Melon itu butuh perhatian penuh, tapi hasilnya sepadan,” tutur Enik.

Kini, setiap kali panen tiba, halaman rumah Indah berubah ramai. Truk-truk kecil mengangkut melon pesanan. Bukan hanya omzet Rp 25 juta yang menjadi pencapaiannya, tetapi juga rasa percaya diri bahwa perempuan desa pun bisa berdiri tegak di tengah kerasnya persaingan usaha.[]

Berita Terkait

Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini